Adat Istiadat Nias :

Rumah adat dengan peninggalan situs Megalit di Desa Onolimbu (Sirombu), Desa Hiligoe (Mandrehe), dan di Onowaembo Idanoi.

      

situs Megalit

Rumah Adat Nias (Omo Sebua)

Fahombo (Lompat Batu)

FahomboHombo Batu atau dalam bahasa Indonesia "Lompat Batu" adalah olah raga tradisional Suku Nias. Olah raga yang sebelumnya merupakan ritual pendewasaan Suku Nias ini banyak dilakukan di Pulau Nias dan menjadi objek wisata tradisional unik yang teraneh hingga ke seluruh dunia.Mereka harus melompati susunan bangunan batu setinggi 2 meter dengan ketebalan 40 cm.

Latar Belakang
Dalam budaya Nusantara zaman dahulu, belum ada keterlibatan latihan fisik layaknya olahraga modern. Suku asli Nusantara umumnya menghubungkan aktivitas fisik dengan praktik kesukuan; umumnya ritual, seni, kebugaran fisik dan bela diri. Tarian perang dan pertempuran ritual pada suku Nusantara menjadi contoh awal dari "ritualisasi" latihan fisik di Indonesia modern. Beberapa ritual suku asli Indonesia sangat mirip dengan olahraga, seperti tradisi fahombo Nias untuk ritual pendewasaan yang mirip dengan lompat gawang dan lompat jauh di atletik.

Tata Cara
Di masa lampau, pemuda Nias akan mencoba untuk melompati batu setinggi lebih dari 2 meter, dan jika mereka berhasil mereka akaan menjadi lelaki dewasa dan dapat bergabung sebagai prajurit untuk berperang dan menikah. Sejak usia 10 tahun, anak lelaki di Pulau Nias akan bersiap untuk melakukan giliran "fahombo" mereka. Sebagai ritual, fahombo dianggap sangat serius dalam adat Nias. Anak lelaki akan melompati batu tersebut untuk mendapat status kedewasaan mereka, dengan mengenakan busana pejuang Nias, menandakan bahwa mereka telah siap bertempur dan memikul tanggung jawab laki-laki dewasa.
Batu yang harus dilompati dalam fahombo berbentuk seperti sebuah monumen piramida dengan permukaan atas datar. Tingginya tidak kurang dari 2 meter, dengan lebar 90 cm, dan panjang 60 cm. Pelompat tidak hanya harus melompati tumpukan batu tersebut, tapi ia juga harus memiliki teknik untuk mendarat, karena jika dia mendarat dengan posisi yang salah, dapat menyebabkan cedera otot atau patah tulang. Di masa lampau, di atas papan batu bahkan ditutupi dengan paku dan bambu runcing, yang menunjukkan betapa seriusnya ritual ini di mata Suku Nias. Secara taktis dalam peperangan, tradisi fahombo ini juga berarti melatih prajurit muda untuk tangkas dan gesit dalam melompati dinding pertahanan musuh mereka, dengan obor di satu tangan dan pedang di malam hari.

Fatele/Foluaya(Tari Perang)


Tari Fataele tidak bisa dipisahkan dengan tradisi Lompat Batu Nias, karena lahirnya berbarengan dengan tradisi Homo Batu. Dahulu kala Suku Nias sering berperang antarkampung. Biasanya pemicu perang adalah perebutan lahan atau bahkan merebut kampung orang lain.

MAENA (Tari berkoelompok)
Maena dalam upacara pernikahan adat, pertunjukan tari Maena diselenggarakan ketika mempelai lelaki tiba di rumah mempelai wanita. Tarian ini ditarikan oleh keluarga dari pihak mempelai lelaki untuk memuji kecantikan mempelai wanita dan kebaikan keluarga pihak wanita. Setelah mempelai lelaki, keluarga dari mempelai wanita pun menyambut kedatangan keluarga pihak lelaki dengan menyelenggarakan tari Maena. 

Moyo (Tari Elang)

Indonesia adalah Negeri yang kaya akan budaya dan suku didalamnya. Budaya yang ada di Indonesia sangatlah beragam baik dalam sisi kesenian, budaya atau kebiasaan, makanan, kepercayaan dan lain lain. Dalam pembahasan saya kali ini saya akan membahas kebudayaan yang ada di pulau Nias. Pulau Nias yang terletak di sebelah barat pulau Sumatra lebih tepatnya terletak kurang lebih 85 mil laut dari Sibolga ,daerah Provinsi Sumatera Utara. ini dihuni oleh suku Nias atau mereka menyebut diri mereka Ono Niha yang masih memiliki budaya megalitik. Pulau yang memiliki penduduk mayoritas Kristen protestan telah dimekarkan menjadi empat kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunungsitoli. Pulau Nias memiliki banyak sekali tarian adat yang terkenal disana. namun,kali ini penulis hanya akan membahas tentang satu tarian,yaitu tarian moyo.
Tari Moyo atau disebut juga dengan tari Elang yang terus mengepakkan sayapnya dengan lembut tanpa mengenal lelah, menaklukkan sesuatu yang bermakna bagi sesamanya dan dirinya sendiri. Tarian ini melambangkan keuletan dan semangat secara bersama dalam mewujudkan sesuatu yang dicita-citakan. Tari Moyo ini kadang dilaksanakan setelah atau sebelum acara atau perayaan – perayaan atas hari tertentu, bahkan untuk menyambut tamu di Nias sendiri.
sejarah tari moyo sampai sekaramg ini masih menjadi pertanyaan dan kebenaran sejarah tari moyo ini masih berupa mitos dan belum bisa di pertanggungjawabkan. ada yang mengatakan bahwa sejarah tari moyo ini mengisahkan tentang seorang wanita yang sedang menanti-nanti kekasih hati nya yang sedang pergi berperang namun dalam waktu yang lama sang kekasih tak pernah kembali, sehingga si wanita sangat bersedih lalu dia pun berharap supaya dia bisa berubah menjadi seekor burung elang untuk dapat terbang dan mencari sang pujaanhati.namun naasnya sang wanita tak pernah menemukan sang kekasih hati,sehingga sang wanita hanya mampu mengepakkan sayapnya tanpa kenal lelah,berharap suatu hari dapat menemukan sang kekasih.
begitulah mitos tentang tarian moyo,sampai sekarang belum ditemukan jawaban yang akurat tentang asal-usul tarian tersebut. namun mendengar mitos tersebut,penulis merasa bahwa cinta sang wanita terhadap lelaki tersebut sangat kuat dan tak pernah pudar. ya itulah cinta sejati.
Pada era ini, tarian moyo sudah jarang di ketemukan. kecuali jika ingin menonton nya secara langsung harus siap-siap merogoh gocek dalam-dalam. karena sekali show harga nya bisa mencapai Rp500,000,00. wah suatu harga yang fantastic ya. anda bisa menikmati tarian ini di desa bawomataluo.

Tari Mogaele


Sapaan Ya'ahowu
Dalam budaya Ono Niha (Nias) terdapat cita-cita atau tujuan rohani hidup bersama yang termakna dalam salam“Ya’ahowu” (dalam terjemahan bebas bahasa Indonesia “semoga diberkati”). Dari arti Ya’ahowu tersebut terkandung makna: memperhatikan kebahagiaan orang lain dan diharapkan diberkati oleh Yang Lebih Kuasa. Dengan kata lain Ya’ahowu menampilkan sikap-sikap: perhatian, tanggungjawab, rasa hormat, dan pengetahuan. Jika seseorang bersikap demikian, berarti orang tersebut memperhatikan perkembangan dan kebahagiaan orang lain : tidak hanya menonton, tanggap, dan bertanggungjawab akan kebutuhan orang lain (yang diucapkan : Selamat – Ya’ahowu), termasuk yang tidak terungkap, serta menghormatinya sebagai sesama manusia sebagaimana adanya. Jadi makna yang terkandung dalam “Ya’ahowu” tidak lain adalah persaudaraan (dalam damai) yang sungguh dibutuhkan sebagai wahana kebersamaan dalam pembangunan untuk pengembangan hidup bersama.

Fame Ono nihalõ (Pernikahan)


Fame'e Tõi Nono Nihalõ (Pemberian nama bagi perempuan yang sudah menikah)








0 komentar:

Posting Komentar